TEBOONLINE ID - Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai bahwa tuntutan jaksa dalam kasus Ferdy Sambo sudah memenuhi keadilan dan kebenaran. Jaksa penuntut umum (JPU) telah memperhatikan bukti-bukti materiil para terdakwa.
“Saya kira, tuntutan jaksa sudah berdasarkan keadilan dan kebenaran. Artinya, berdasarkan bukti-bukti materiil, FS, PC, KM, RR dan RE secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana,”kata Prof Hibnu pada Jumat (20/1/2023).
Kemudian, lanjut Prof Hibnu, terkait dengan pidana jaksa memiliki kewenangan penuh terhadap masing-masing terdakwa terkait dengan pasal-pasal yang diterapkan. “Jaksa mempunyai kewenangan terhadap masing-masing terdakwa sesuai dengan pasal yang diancamkan,”tegasnya.
Menurut guru besar Fakultas Hukum Unsoed tersebut, tuntutan dari JPU telah mencerminkan rasa keadilan dan kebenaran dengan memperhatikan peran masing-masing terdakwa.
“Ancaman hukuman dari JPU kepada para terdakwa berbeda-beda. Itu karena memperhatikan peran masing-masing. Baik peran FS, Bu PC, KM, RR, RE, itu sudah berdasarkan pweran masing-masing terdakwa,”tegasnya.
Dikatakan oleh Prof Hibnu, tentu ada pertanyaan yang menggelitik, misalnya terkait dengan PC tuntutan hukumannya 8 tahun.
“Pertanyaannya kenapa Bu PC sama, karena perkembangan baru hukum itu, kalau wanita kan ada pertimbangan gender. Masal k suami-istri dipidana sama, kan dia punya anak, itu saya kira berpikir progresifnya di situ. Itu kan pikiran dari penuntut umum,” paparnya.
Lalu, terkait dengan RE, tentu ada pertanyaan, mengapa tuntutan hukumnya lebih tinggi yakni 12 tahun, sementara dia sebagai Justice Collaborator (JC)?
“Itu kan JC rekomendasi dari LPSK. Kalau rekomendasi bisa dipakai, bisa tidak. Kenapa lebih tinggi? Ya karena berdasarkan pertimbangan jaksa, dia eksekutor. Dia yang menembak,”ujarnya.
Menurutnya, pandangan jaksa menyebutkan bahwa FS mendapat tuntutan seumur hidup, tetapi RE jadi turun menjadi 12 tahun tuntutannya.
“Mudah-mudahan nanti pembelaan para penasihat hukum nanti bisa hukumannya bisa berubah. Itu sudah menjadi ranah hakim semua,”kata dia.
Dalam konteks ini, JPU telah memberikan suatu pembuktian yang menurut undang-undang, berdasarkan keadilan, dan perspektif dari penuntut umum.
“Itu yang harus perlu kita hargai seperti itu. Masalah perbedaan pendapat, nanti namanya suatu peradilan, itu ujungnya adalah bagaimana hakim melihat dari tuntutan penuntut umum dan pembelaan masing-masing penasihat hukum,”tambahnya.(crew)