TfY7TSdpTpClTpW5Gpr8Gfr9

Tatkala Kemitraan Petani dan Perusahaan HTI Berbuah Manis


Hasmon Ovezar dan puluhan petani di Kabupaten Tebo lainnya, kini bisa hidup tenang. Kehidupannya jauh lebih sejahtera, pasca bermitra dengan perusahaan HTI. ================= 

TEBOONLINE.ID - Peringatan Hari Tani tahun ini, bisa jadi bakal dikenang selamanya oleh Hasmon Ovezar dan puluhan petani lainnya di Kabupaten Tebo. 

Hal itu setelah perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berlokasi di sekitar lahan karet garapannya, berinisiasi membantu petani mendapatkan legalitas atas lahan yang dimiliki. 

 Lahan yang telah dikelola sejak 11 tahun silam telah mendapat legalitas dari negara, setelah pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK). 

Luasnya 0,9 hektar di area hutan tanaman industri (HTI) PT Wanamukti Wisesa, Kabupaten Tebo, Jambi. Selain Hasmon, ada 32 petani lainnya menerima pengakuan serupa. Total luas arealnya 121,7 hektar. 
Sebagian lahan tersebut juga berlokasi di sekitar area PT Lestari Asri Jaya (LAJ). 

Hasmon bersyukur, aktivitasnya menggarap lahan itu telah dinyatakan legal. Bahkan, aktivitasnya didukung lewat pemberdayaan kedua perusahaan HTI tersebut. Sejumlah pelatihan diberikan bagi mereka. Hasilnya, getah karet yang dipanennya berkualitas lebih baik. Getah karet itu diserap perusahaan dengan harga yang lebih baik, jika dibanding sebelum bermitra dengan perusahaan. 

”Selisih harganya sangat lumayan jika dibanding dijual ke pengepul lainnya. Kehidupan kami saat ini jauh lebih baik,” jelas Hasmon beberapa waktu lalu. Hasmon kini dipercaya menjadi Ketua Kelompok Tani Hutan Karang Jaya, Kabupaten Tebo. Dia tinggal di area itu sejak tahun 2002. 

Tujuh tahun kemudian, seorang temannya meminjam uang karena kebutuhan yang mendesak. Hasmon ditawari agunan lahan karet berusia tanam dua tahun. Ketika teman tersebut gagal membayar utang, lahan pun beralih padanya. Namun, Hasmon tak mengetahui bahwa status lahan itu ternyata kawasan hutan negara. 

”Saya belum tahu bahwa hutan ini telah dikelola perusahaan,” katanya. Belakangan dia tahu kebun karetnya tumpang tindih dengan konsesi HTI. Dia pun tahu karena beberapa kali didatangi petugas kehutanan. Aktivitasnya mengelola tanaman karet disebut-sebut ilegal. 

”Saya sering khawatir kalau suatu hari lahan ini akan digusur. Cuma inilah sumber mata pencaharian saya,”kisahnya. Tahun 2019, Hasmon dan kelompok taninya mulai mendapat angin segar. Mereka mendapatkan tawaran program pembinaan petani kecil dari perusahaan HTI. 

Meski awalnya sempat ragu, ia menerima juga program tersebut. Ternyata, tak sekadar pembinaan, para petani akhirnya memperoleh legalitas atas lahan garapan mereka. SK Kulin KK merupakan izin pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan. 

Program ini menjadi bentuk perhutanan sosial yang digalakkan pemerintah untuk mengatasi konflik di areal konsesi. Kelompok tani dan perusahaan didorong menjalin kerja sama kemitraan. Petani menanam tanaman kehutanan yang dapat menunjang produktivitas perusahaan, sementara perusahaan bertanggung jawab membina petani lewat pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan produktif. 

Setelah dibina agar dapat menghasilkan tanaman berkualitas baik, perusahaan pun didorong berinisiatif menyerap hasil panen petani dengan harga lebih kompetitif dari harga pengepul. Kemitraan dengan masyarakat lokal dalam areal konsesi hutan tanaman industri diyakini efektif menyelesaikan konflik sekaligus menjaga investasi berkelanjutan, mengangkat ekonomi rakyat, dan menjaga hutan lestari. 

Di samping bertani karet, para petani juga didorong mengoptimalkan area pekarangan rumahnya menjadi lebih produktif melalui kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Pekarangan rumah ditanami beragam jenis tanaman sayur dan pangan lainnya. Semuanya demi menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. 

"Apa yang kita makan itu yang kita tanam. Cabai, kangkung, dan sayuran lainnya ditanam bersama untuk kebutuhan pangan,” jelas Suhono, petani lainnya yang menggarap 3,6 hektar. Ia tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Wana Mitra Lestari. 

Di masa pandemi ini, ketersediaan bahan pangan yang tercukupi dari pekarangan sangat membantu para petani. Mereka pun sedikit banyak dapat mewujudkan ketahanan pangan. Bahkan, sebagian petani telah mampu menghasilkan sayuran dan bahan pangan melimpah sehingga dapat dijual untuk menambah tabungan keluarga. Bahkan mereka bisa menjual hasil bumi dari pekarangan mereka ke perusahaan. 

Hal ini dibenarkan Suhono. Agar produksi sayuran terus bertambah, Suhono memanfaatkan kotoran kambing peliharaannya sebagai pupuk. Keluarga dan kerabat yang membutuhkannya pun kini tak perlu uang ekstra untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. 

Mulai dari cabai, kangkung dan sayuran lain serta ikan dan sebagainya, tercukupi dari pekarangan mereka sendiri. Akhir Juli 2020 lalu, Gubernur Jambi Fachrori Umar menyerahkan SK Kulin KK kepada petani yang selama ini lahannya ada di areal kerja PT Lestari Asri Jaya dan PT Wanamukti Wisesa. 

SK ini merupakan yang pertama untuk kawasan hutan tanaman industri di Jambi. Realisasi ini tak lepas dari peran tim resolusi konflik perusahaan yang dibentuk sejak Agustus 2018 untuk meminimalkan potensi konflik dalam wilayah konsesi. 

Tim terdiri atas kalangan independen dan multipihak mulai dari pemerintah pusat, provinsi, pemerintah kabupaten, dan perwakilan masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat. 

Fachrori sangat mengapresiasi kemitraan yang dibangun dalam Perhutanan Sosial. Itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. 

"Kemitraan kehutanan ini menjadi resolusi konflik para petani yang telanjur menggarap lahan di kawasan hutan. Mereka kini mendapatkan kepastian hukum untuk mengelola,” katanya.(***)

Type above and press Enter to search.